Wednesday 15 April 2015

Enaknya itu di sini -edisi masak masak di asrama Erzurum


Dari satu kultur bernama "Makanan"
Berbeda tempat berbeda orang, Berbeda pula budaya termasuk makanannya. Wong di negara kita sendiri bernama Indonesia itu, lain kota lain makanan pun lain pulau lain cita rasa. Apalagi jika bernama 
Terkadang kamu berpikir bahwa orang luar negeri mempunyai cita rasa yang "kaya" hingga orang Indonesia yang dari embah buyut makan nasi dari padi yang bernama latin Oryza sativa itu merasa bahwa makan nasi merupakan makanan "ndeso". Hingga sebagian dari masyarakat kita mengubah kebiasaannya untuk sarapan alias makan pagi dengan roti tawar lalu dikasih margarin itu lebih terlihat mewah menyerupai orang Eropa sana. Oh, no! Kalau menurut aku sebagai gadis jawa tulen ini, hal itu sangat tidak menghargai kearifan lokal. Kenapa? Karena itu sama saja tidak menghargai sumber daya alam yang ada di negeri kita. Kalau kamu perlu tahu nih di daerah Balkan Eropa sana, tidak ada yang bisa diolah selain daripada olahan susu seperti yogurt, keju, dan kerabatnya. Tanahnya tandus hingga bisa ditanami gandum yang memang normalnya hanya dapat tumbuh di dataran gersang seperti layaknya di negara-negara subtropis. Nah, masa kita yang makanannya punya rempah rempah terkaya dan terenak sedunia ini mau mengikuti mereka? Mereka makan olahan susu dan gandum, coklat, karena memang hanya itu yang bisa ditemukan di negara mereka. Dari pemahaman ini kita dapat menyadari kalau penjajahan terjadi selain karena ada kesempatan, juga karena orang Eropa yang berkulit pucat itu berbondong bondong datang untuk mengambil sumber daya rempah rempah kita yang kaya raya melewati pulau pulau. So, do you still wanna be like them? 
Kalau saya, yang mengaku sebagai gadis desa ini sangat mencintai desa. Lidah saya yang sejak awalnya mencintai nasi, sambal, kerupuk, jangan terong, jangan kluwih, ayam bali, kering tempe, ndog bebek, ini kurang begitu bisa menerima makanan Turki yang mirip sekali makanan orang Eropa untuk pertama kalinya. Ada tuh, makanan ayam yang nggak ada rasanya bahkan dikasih garam pun enggak. Wluekksss!

Petualangan mencari kompor
Asrama pemerintah di Turki merupakan hunian yang nyaman untuk ditinggali seperti yang sudah saya uraikan di chapter ini Maka otomatis kalau mau memasak apapun dilarang. Nah kami anak anak yang suka laper ini gak nahan cyin kalo nggak masak apa apa. Dimulai dari aku, mbak laila, dan mbak artina jalan ke Mall di Erzurum. Awalnya cuman liat liat aja sih. eh ya udah deh keterusan beli kompor elektrik. Plus fry pannya, Gambar seperti di atas. Ya udah deh beli bahannya juga bertiga. Bisa masak telur goreng, nasi, sambel, uhhhhh sedap banget. Tuh kan jadi ngiler. Sistem pengaman di asrama lumayan canggih. Di bagian atap ada pendeteksi asap untuk yang suka merokok ataupun pendeteksi bencana. Nah karena keterusan, acara masak masak ini akhirnya ketahuan juga oleh Mudur Asrama (pimpinan asrama). Mati sudah rezim kekuasaan kompor ini. Dan akhirnya kami harus menerima kenyataan untuk menerima makanan Turki apa adanya. 

KOMPOR in my heart
Kalo ngomongin KOMPOR jadi inget sama temen temen SMA pas jaman masih muda. Tau nggak kata "Kompor" itu mempunyai makna tersendiri. KOMPOR mempunyai kepanjangan KOMunitas iPa LORo (Komunitas IPA Dua). Dengan sebutan itu kami merasa tidak terpisahkan satu sama lain, hikss hikss  Inilah kenangan indah itu.. BTW aku yang paling ujung kiri. Hehehe.



Adaptasi morfologi
Salah satu dari ciri dari makhluk hidup selain makan dan bereproduksi adalah juga beradaptasi. Ya sudahlah daripada makan rumput, nanti dikira kambing. Mbeeekk! Akhirnya sudah tidak ada pilihan lain selain beradaptasi lingkungan untuk makan makanan Turki. Untuk bertahan hidup ya berarti mau tidak mau harus bisa makan karena jika berprinsip untuk "ogah mau makan kalau gak makanan Indonesia" itu adalah hal yang sangat egois. Bagaimanapun, tubuh kita butuh makan sehingga dapat melakukan metabolisme untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu aku ubah pandangan "Makan untuk hidup bukan hidup untuk makan". Dengan berjalannya waktu ternyata kalau dirasain enak juga kok, makanan Turki. Sampai sampai aku sudah ada makanan favorit di kantin. Ada satu makanan khas Erzurum yang mirip banget sama sate kambing, namanya Cag Kebap. Kebap ini dibuat dari kambing guling dengan bahan rempah dari Erzurum. Hm, yammy. Ternyata ala bisa karena biasa! Aku tak percaya aku bisa menembus batas kemampuanku. Dan ini semua berkat the power of kepepet. Hahaha 

3 comments:

  1. Masyaallah karya-karyanya. Terus berkarya dan jangan lupa kirimkan karya kalian untuk dimuat di official site kita. Sering-sering mainnya yang blog kita…  salam pena dari pejuang pena di bumi ustmani…

    ReplyDelete
  2. Terimakasih FLP Turki.. sebagai anggota FLP saya mencoba untuk selalu konsisten dengan membuat karya dengan terus menerus. Dukungannya untuk kita semua yaa..

    Salam super! ^_^

    ReplyDelete
  3. Terimakasih FLP Turki.. sebagai anggota FLP saya mencoba untuk selalu konsisten dengan membuat karya dengan terus menerus. Dukungannya untuk kita semua yaa..

    Salam super! ^_^

    ReplyDelete